MAKALAH RENDAHNYA KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PEMBAYARAN PAJAK
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, menjelaskan bahwa pemerintah
daerah diberi kewenangan untuk mengurus pemerintahannya sendiri. Kewenangan
yang diberikan termasuk pula untuk mengembangkan dan mendayagunakan potensi
daerah secara maksimal. Untuk melaksanakan hal tersebut, dibutuhkan kebijakan
pemerintahd alam mengoptimalkan peran daerah, utamanya dalam penetapan
sumber-sumber penerimaan daerah.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD) termasuk dalam sumber-sumber penerimaan daerah. Dalam banyak
keterangan, pajak daerah, sebagai salah satu sumber PAD merupakan sumber utama
penyumbang PAD. Optimalisasi pajak daerah dapat meningkatkan PAD, yang pada
gilirannya nanti akan meningkatkan pendapat daerah. Namun kenyataannya, pajak
daerah kurang memberikan sumbangan yang besar terhadap PAD. Hal ini salah
satunya disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
daerah. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah diduga
karena minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat tentang pajak daerah.
Seharusnya Kesadaran membayar pajak
ini tidak hanya memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi
diikuti sikap kritis juga. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya, maka
semakin tinggi kesadaran membayar pajaknya namun tidak hanya berhenti sampai di
situ justru mereka semakin kritis dalam menyikapi masalah perpajakan, terutama
terhadap materi kebijakan di bidang perpajakannya, misalnya penerapan tarifnya,
mekanisme pengenaan pajaknya, regulasinya, benturan praktek di lapangan dan
perluasan subjek dan objeknya. Masyarakat di negara maju memang telah merasakan
manfaat pajak yang mereka bayar. Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun
sarana dan prasarana transportasi yang Salah satu usaha untuk memberikan
pengetahuan dan informasi tentang pajak daerah adalah melalui pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka makalah ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah ?
2. Bagaimana strategi meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1. Menganalisa kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak daerah.
2. Menganalisa strategi agar meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah.
PEMBAHASAN
2.1 Kesadaran Masyarakat untuk Membayar
Pajak Daerah
2.1.1 Pengertian
Pajak dan Pajak Daerah
Masalah pajak telah diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Pajak adalah iuran
resmi yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak (orang atau badan usaha) kepada
negara berdasarkan undang-undang, tanpa mendapat balas saja secara langsung.
Ada banyak pengertian pajak menurut para ahli. Salah satunya adalah menurut
Prof. Dr. Djajadiningrat: pajak adalah kewajiban masyarakat untuk menyerahkan
sebagaian kekayaan karena suatu keadaan ataupun karena kejadian yang ditetapkan
pemerintah dan bersifat dapat dipaksanakan dengan balas jasa yang tidak dapat
diberikan secara langsung dari negara.
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imblan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebenar-benarnya kemakmuaran rakyat. Pajak mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1.
Iuran wajib yang harus dibayarkan para wajib pajak
2.
Dipungut berdasarkan undang-undang
3.
Digunakan untuk kepentingan umum
4.
Wajib pajak tidak diberi balas jasa atau manfaat secara
langsung.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pungutan yang dilakukan
Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pajak daerah
dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu pajak daerah yang ditetapkan oleh
peraturan daerah dan pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan
kepada daerah. Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, pajak daerah merupakan
sumber penerimaan penting dalam keuangan pemerintah daerah untuk menjalankan
roda pemerintahan. Pajak daerah dapat dibedakan menjadi pajak daerah tingkat
provinsi dan pajak daerah tingkat II (kabupaten).
Salah satu
ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi adalah dengan melihat
besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dicapai oleh daerah
tersebut. Dengan PAD yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk
melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara
mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan
Propinsi). Padahal dalam pelaksanaan otonomi ini, daerah dituntut untuk mampu
membiayai dirinya sendiri.
Melihat pentingnya pajak daerah (pajak), maka kesadaran masyarakat untuk
membayar pajak harus diperhatikan. Dengan lancar dan tertibnya masyarakat
membayar pajak, diharapkan pembangunan di daerah akan berlangsung dengan baik
dan berkelanjutan. Namun kenyataannya, tingkat kesadaran masyarkat dalam
membayar pajak belum seperti yang diharapkan. Masih banyak masyarakat
yang belum taat dan patuh untuk membayar pajak daerah. Masyarkata banyak
yang belum paham bahwa pajak itu adalah kewajiban sebagai seorang warga negara.
2.1.2 Tingkat
Kesadaran Masyarakat untuk Membayar Pajak Daerah
Dalam tesisnya Utomo, Pudjo Susilo
(2002) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Masyarakat Untuk
Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak.
Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, menjelaskan bahwa:
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat
untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Faktor yang cukup menonjol adalah
kepemimpinan, kualitas pelayanan, dan motivasi. Pemimpin harus mampu
menciptakan kemudahan untuk merangsang kesadaran yang dipimpin, dalam hal ini
adalah kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Pelayanan
masyarakat merupakan salah satu tugas lurah desa, memberi pelayanan yang
berkualitas telah menjadi obsesi yang selalu ingin dicapai. Motivasi adalah
dorongan agar orang mau melakukan sesuatu dengan ikhlas dengan sebaik-baiknya.
Dan kepemimpinan yang baik, pelayanan yang berkualitas dan motivasi yang baik
akan dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan
Bangunan.
2) Faktor ekonomi /tingkat pendapatan. Sekretaris Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) sebagaimana dikutip Rohmat Soemitro (1988.299)
menyatakan : “Masyarakat tidak akan menemui kesulitan dalam memenuhi kewajiban
membayar pajaknya kalau nilai yang harus dibayar itu masih di bawah
penghasilanyang sebenarnya mereka peroleh secara rutin”. Faktor ekonomi
merupakan hal yang sangat fundamental dalam hal melaksanakan kewajiban.
Masyarakat yang miskin akan menemukan kesulitan untuk membayar pajak.
Kebanyakan mereka akan memenuhi kebutuhan hidup terlebih dahulu sebelum
membayar pajak. Karenanya tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana
seseorang tersebut memiliki kesadaran dan kepatuhan akan ketentuan hukum dan
kewajibannya.
Kemudian
terdapat juga faktor Negatif atau yang Menghambat Tingkat Kesadaran dan
Kepedulian Sukarela Wajib Pajak, antara lain:
1. Prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan
dengan prasangka positif. Sebab, prasangka negatif ini akan menyebabkan para
wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung menahan
informasi dan tidak co operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak
yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu
usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu
menghilangkan prasangka negatif tersebut.
2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi
lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak baru,
terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal.
3. Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap
menguntungkan, sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya
bahkan menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-data tentang dirinya selalu
diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.
4. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan
dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan
negara dan segi-segi positif lainnya.
5. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra
prestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan
sarana prasana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.
6. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan
pemerintah terhadap penggunaan uang pajak.
Pada dasarnya sumber-sumber penerimaan tersebut masih
rendah sumbangannya terhadap PAD. Kecilnya nilai PAD suatu daerah dapat
disebabkan oleh :
1.
banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar,
tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan
bermotor (PKB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB);
2.
badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan
keuntungan kepada Pemerintah Daerah;
3.
kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak,
retribusi, dan pungutan lainnya;
a) adanya
kebocoran-kebocoran;
b) biaya pungut
yang masih tinggi;
c) banyak
Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan;
d) kemampuan
masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Diantara
penyebab kecilnya nilai PAD tersebut, terlihat bahwa kurangnya kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak, retribusi, dan pungutan lainnya menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PAD suatu daerah. Tingkat
kesadaran masyarakat untuk membayar pajak daerah dipengaruhi oleh banyak hal.
Pendidikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran
masyarakat untuk membayar pajak daerah.
Jika kita
amati, pengetahuan masyarakat tentang pajak sangat minim. Banyak diantara
mereka yang tidak tahu sama sekali tentang pengertian pajak, fungsi, dan
manfaatnya. Ketidaktahuan mereka karena tidak adanya informasi yang jelas dan
terpogram yang disampaikan oleh pemerintah. Akibat ketidaktahuan mereka tentang
informasi yang benar tentang pajak, mengakibatkan tingkat kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak menjadi rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat membayar pejak adalah melalui pendidikan.
2.2. Strategi untuk
meningkatkan Kesadaran Masyarakat untuk Membayar Pajak Daerah
Penerimaan pajak yang tingi dari masyarakat pada hakiikatnya
akan membantu APBN Negara dan meningkatkan pula pelayanan dari Negara. Indikasi
tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian Wajib Pajak antara lain:
1.
Realisasi penerimaan pajak terpenuhi sesuai dengan target
yang telah ditetapkan.
2.
Tingginya tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan dan SPT
Masa.
3.
Tingginya Tax Ratio
4.
Semakin Bertambahnya jumlah Wajib Pajak baru.
5.
Rendahnya jumlah tunggakan / tagihan wajib pajak.
6.
Tertib, patuh dan disiplin membayar pajak atau minimnya
jumlah pelanggaran pemenuhan kewajiban perpajakan.
Kemudian langkah-langkah Alternatif Membangun Kesadaran dan
Kepedulian serta Sukarela Wajib Pajak sangat perlu diperhatikan oleh Dirjen
pajak itu sendiri. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat
Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak
antara lain:
1) Melakukan
sosialisasi
Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar
pajak datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman
tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat,
melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas
tertentu melalui sosialisasi. Dengan tingginya intensitas informasi yang
diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat
tentang pajak ke arah yang positif. Beragam bentuk sosialisasi bisa
dikelompokkan berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun medianya.
Berdasarkan
Metode:
Penyampaiannya bisa melalui acara yang formal ataupun
informal. Acara formal biasanya menggunakan format acara yang disusun
sedemikian rupa secara resmi. Contohnya: Sosialisasi bendaharawan, sosialisasi
PPh 21 karyawan Pemda, seminar dan sebagainya. Acara informal biasanya
menggunakan format acara yang lebih santai dan tidak resmi. Contohnya: Ngobrol
santai dengan wartawan, dengan tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Berdasarkan
segmentasi:
Bisa membaginya untuk kelompok
umur tertentu, kelompok pelajar dan mahasiswa, kelompok pengusaha tertentu,
kelompok profesi tertentu, kelompok/ormas tertentu.
Menanamkan kesadaran tentang
pajak sejak dini, akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak-anak dan
menimbulkan rasa kebanggaan terhadap pajak. Contoh yang pernah dilakukan DJP
adalah High School Tax Road Show, High School Tax Competition, Tax Goes to Campus,
ini merupakan kegiatan yang menimbulkan greget, heboh dan sangat berkesan,
bahkan sangat dirindukan muncul lagi oleh kalangan pelajar maupun mahasiswa.
Mungkin perlu dilakukan secara berkesinambungan dengan format yang beragam,
kreatif serta inovatif. Perlu diberikan apresiasi kepada salah satu kanwil yang
melaksanakan HSTRS ini dengan membuat kegiatan Turnamen Basket Ball antar SMU
terpanjang/terlama. Format HSTRS yang diselingi turnamen Basket Ball dengan
memindahkan lokasi/tempat pertandingan ke sekolah yang ada lapangan basketnya
untuk setiap even itu diadakan, sehingga masyarakat begitu terkesan dengan even
ini.
Berdasarkan
media yang dipakai:
Sosialisasi dapat dilakukan
melalui media elektronik dan media cetak. Misalnya: dilakukan dengan talkshow
di radio atau televisi, membuat opini, ulasan dan rubrik tanya jawab di koran,
tabloid atau majalah. Iklan pajak pun mempunyai pengaruh dan dampak positif
terhadap meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak. Bentuk
propaganda lainnya seperti: spanduk, banner, papan iklan/billboard, dan
sebagainya
Contoh-contoh
sosialisasi lainnya:
1.
Dapat dilakukan dengan datang langsung ke kantor-kantor dan
pemerintah daerah di wilayah kerja, sosialisasi anggota profesi tertentu
misalnya notaris, dokter, sosialisasi asosiasi tertentu misalnya asosiasi
kontraktor jasa konstruksi, sosialisasi kepada pejabat tertentu, anggota
DPR/DPRD, misalnya dengan topik pengisian SPT Tahunan.
2.
Dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung
ke masyarakat melalui pendekatan ke masing-masing kecamatan, desa, sampai RT/RW
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya pajak.
Penyuluhan di bidang kesehatan, penyuluhan di bidang peternakan dan pertanian
bisa sukses, pastinya penyuluhan DJP akan bisa lebih sukses didukung dengan
tenaga penyuluh yang sangat handal.
3.
Dapat dilakukan pada kegiatan yang informal di masyarakat.
Misalnya pengajian rutin, kerja bakti, pertemuan karang taruna, dan kegiatan
masyarakat lainnya.
4.
Adanya serangkaian kegiatan daerah dan instansi, perusahaan
di wilayah kerja pada saat-saat tertentu misalnya Pekan Raya, Pameran dan
Promosi dan sebagainya, setidaknya DJP harus dapat menangkap dan ikut serta
memeriahkannya dengan membuka stand/pojok pajak.
5.
Salah satu even rutin yang sangat besar gaungnya adalah
Pekan Panutan Penyampaian SPT Tahunan. Biasanya dihadiri oleh Bupati/Walikota,
sekda, Kepala Dinas dan Muspida yang diharapkan bisa menjadi panutan pajak bagi
masyarakat. Namun pada kenyataannya mereka masih banyak yang tidak/belum
menyampaikan SPT Tahunan. Biasanya mendekati batas akhir penyampaian SPT
Tahunan diadakan acara yang populer diberi nama “Ngisi Bareng SPT” yang
membantu para Wajib Pajak dalam mengisi SPT Tahunan.
6. Program yang penting juga adalah
adanya Tax Center yang bekerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat. Sebelum
dibentuknya Tax Center biasanya dibuat kesepakatan bersama untuk melakukan
kerjasama sosialisasi perpajakan, yang bertujuan untuk mewujudkan kesadaran dan
kepedulian Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya di bidang perpajakan. Tax
Center akan membantu mensosialisasikan pengetahuan dan pemahaman tentang pajak.
Tax center terbuka bagi semua masyarakat. Siapapun yang mengalami kesulitan
perihal perpajakan bisa berkonsultasi di pusat perpajakan ini. Perguruan Tinggi
akan menyediakan ruang tax center yang nantinya akan dipergunakan sebagai
sarana informasi dan pengetahuan tentang perpajakan.
2) Meningkatkan
citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya
antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan
pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan,
bukan suatu kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan
antara negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang
dilandasi dengan rasa saling percaya.
3) Memberikan
pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan
4) Law
Enforcement. Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan
memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan
kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan pemeriksaan
dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, namun
pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari intervensi
apapun sehingga tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta dapat memberikan
kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.
1) Membangun trust atau
kepercayaan masyarakat terhadap pajak.
2) Merealisasikan program
Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring potensi pajak yang belum
tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan
memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan
kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan membayar Pajak.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesadaran masyrakat untuk membayar
pajak masih sangat rendah, hal ini dikarenakan tingkat pemahamana dan tingkat
kepercayaan dari msyarakat itu sendiri yang makin menurun. Strategi yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan strategi Sosialisasi, Pendidikan, Law
Enforcement dan juga peningkatan citra Good governance sehingga masyarakat
makin percaya dan nyaman dalam membayar pajak.
3.2 Saran
Dalam makalah
ini, penulis memberi saran perlunya koordinasi antara Dirjen pajak dengan masyarakat
secara luas, jadi adanya mekanisme jemput bola dari dirjen pajak. Hal ini
dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang belum mengerti substansi dari pajak
itu sendiri. Sehingga pihak Pemerintahlah yang harus proaktiv kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Soemitro. 1988. Asas dan Dasar Perpajakan.
Bandung ; UNPAD Press.
Yudhanti, Ristina. 2010. Buku Ajar Hukum Pajak.
Semarang: FH Unnes.
Zaen, Herjunanto, Nanang dkk. 2008.Strategi Perpajakan . Jakarta:
Pusat
Perbukuan Departeman Pendidikan Nasional
0 comments:
Post a Comment